Saturday, April 26, 2014

Review Packerbe: Sudut Lain Kota Yogyakarta



2013 is so yesterday, tapi tapi... it was a year to remember banget dah pokoknya! Well, bagi gue setiap tahun itu spesial, punya memori masing-masing yang ga akan terulang di tahun-tahun berikutnya, orang-orangnya... pengalamannya... momentnya... every year is so authentic!!!

dan 2014 pun datang, hellooowwww... sekarang udah bulan April dan gue masih mempermasalahkan tahun baru hahaha... namanya juga preambule, jadikan kudu diceritain awal mula sebab musabab sebuah cerita bisa terjadi dong, ya kan??? dan perjalanan kali ini emang ga lepas dari empat angka itu, 2014!

Kenapa ga lepas dari 2014??? Karena hai karena, seperti biasa, temen-temen gue yang tergabung dari 5 orang cewek manis packerbelle ga rela ngelihat kalender baru tahun 2014 mulus dari coret-coretan rencana perjalanan... semua tanggal merah, harpitnas dan tanggal yang diperkirakan bakalan merah (Red: tanggal-tanggal yang diperkirakan di pake buat nyoblos, Gan!) sepanjang tahun 2014 langsung jadi inceran. Semua dibunderin, dicocokin, di godok, lalu ditiriskan, lha?

Perang rebutan cuti pun terjadi, semua berebut harpitnas buat bisa cuti, yang menang berhak mendapatkan kebahagiaan libur lebih panjang dari yang cuma dapet liburan tanggal merah, dan battle ini tidak mudah kawan, sudah banyak korbannya... haha

Dan lagi, you don't even know what will happen in the next one second of your life! Ciyusss!!! Siapa yang nyangka kalo disuatu pagi yang cerah di tanggal 8 Januari 2014 gue menyodorkan surat pengunduran diri dari Perusahaan yang udah dengan baik hatinya membesarkan gue, membentuk gue, memberi gue banyak pengalaman tentang hidup selama enam tahun terakhir??? Gue sendiri sampai sekarang masih engga nyangka kok, Oui... C'est la Vie :)

Dan meskipun sekarang gue udah engga sepayung lagi dengan semua anak Packerbe, dan walaupun hubungan gue udah berhenti sama perusahaan gue, tapi yang namanya 'Friendship never ends'. These guys are awesome as always, as crazy as usual, as warm as summer time, and as kind as angels :)

Dengan semangat menyongsong tahun baru, Nenek dan Siska dengan sigap melingkari dua tanggal merah di bulan Maret yang bersahaja namun membahagiakan :)

Mereka langsung mengeksplorasi mbah google dan menyusun Iten yang seperti biasa, as sadist as usual!!! Ngayogyakartahadiningrat pun jadi tujuan kami. Yogya??? Lagi??? Eittsss... You know what??? Kalo Jakarta yang kecilnya begini, yang seumur hidup gue tinggal di sini ajah masih banyak tempat-tempat yang belum pernah gue datengin, apalagi Yogyakarta??? 

Tujuan kami  kali ini adalah daerah Gunung Kidul, tahu kan dimana? ga tau? Buka Google Maps hahaha

Nenek langsung mengincar transportasi yang paling nyaman namun juga paling murah yang bisa didapatkan. Doi ngecheck tiap saat semua jenis transportasi mulai dari darat, air dan udara. Pengennya murah tapi nyaman, begitulah kami! Akhirnya Nenek berhasil mendapatkan tiket Kereta Eksekutif Taksaka dengan harga PP Rp. 600.000,- Kami manja maunya eksekutif??? Nope... don't get us wrong, kami juga sering kok naik kereta Bisnis, yang ga pernah kereta Ekonomi doang hahaha! tapi kan ga ada salahnya sesekali menikmati yang agak wah sedikit, dan dalam kasus ini, gue ga tahu kalau gue bakal resign dan bakal jadi seseorang yang can't afford even the cheapest one! Anggaplah kemewahan terakhir yang bisa gue rasakan sebelum kejayaan itu kembali, haha.

Okay, Januari dan Februari pun berlalu dengan indahnya dalam keheningan, Maret pun tiba dengan kebahagian yang menjanjikan, diselingi tawa, deg-degan, kado-kado tak terlupakan dan... kado terindah dari seseorang :) Implisit banget yah bahasa gue, intinya itu... gue BAHAGIA di bulan MARET dan semoga terus selamanya... Amien.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, 29 Maret 2014, kami janjian di Stasiun Gambir dan akan berangkat dengan Kereta Taksaka menuju stasiun Tugu jam sembilan malam (yang ngaret satu jam jadi baru jalan jam sepuluh malam, biasa... Endonesah!) 

Menunggu Kereta di Stasiun Gambir
Tidak semua anggota Packerbe dapat ikut dalam perjalan kami kali ini, dari total 13 orang, hanya enam orang yang ikut, di tambah istrinya Cumink yang baru ajah naik ke pelaminan Maret lalu di Bandung (Selamat yah kawaaannn... doakan kami cepat menyusul jejakmu!). So, ini juga semacam honeymoon dadakan githu buat Cumink dan Istri tercintanya, Nyonya Cumink alias Wide.

Dilepas cowok gue (Makasih ya Molen Holland Bakery ama cemilannya... nolong banget pas kita kelaperan <3) kami pun berlepas menuju Yogya. 

Stasiun Tugu, 29 Maret 2014.

Seiring dengan Matahari yang mulai merayap naik, kereta perlahan-lahan berhenti, Terakhir berada di Stasiun ini, empat tahun yang lalu, kala kami masih polos, dan waktu lamban berlalu (Sekarang kita bagai di kejar waktu... tahu-tahu, udah umur segini, belum nikah-nikah juga, walau hobby tetap sama... alan-alan with plens).

Dengan Ransel di punggung, kami buru-buru menuju toilet mushola, cuci muka, sikat gigi, wudhu.... dan sholat subuh walau kesiangan (Yang penting kan niatnya, hehe). Driver sewaan yang kami sewa bersama sebuah mobil Innova pun telah siap menyambut kami. Bersama beliau, kami melintasi kota Yogya mencari seonggok sarapan untuk menghentikan teriakan perut kami yang kerucukan.

Memang yah Yogya, sesuai dengan yang di ungkapkan Katon Bagaskara, "musisi jalanan mulai beraksi...", secara baru duduk ajah di tukang bakso, para musisi jalanan itu langsung beraksi, untung mereka agak berkelas, suaranya bagus dan lagunya walau lawas namun berkesan, membuat Siska pagi-pagi udah melted. Haha!

Selesai Makan kami pun langsung melanjutkan perjalanan menuju Gunung Kidul. Tujuan kami yang pertama adalah Goa Pindul dan goa-goa lain di sekitarnya including sungai Oya nan jernih airnya.

Menjelang siang kami tiba di daerah Goa Pindul, saran gue kalo mau mainan larung-larungan di Goa Pindul, jangan cari tanggal merah kayak kita-kita ini. Rameeeeee.... dan panaaasssss!!!! Antrianya beuh, ga nahaaaan, ditambah panas pula, hitam deh gue! Dan walau satu botol  Sun Block di lumurin ke muka, tetap ajah muka gue hitam sehitam-hitamnya muka (Nangis di pojokan Goa!).

Pake Sunblock biar ga item, walau hasilnya tetep item!

Ready for the Show!!!
Seorang Guide dari Agen Karya Wisata menawarkan paket Goa Pindul, Sungai Oya dan Goa Sriti seharga Rp. 110.000/orang, dan dikarenakan kami bertujuh dapat discount jadi hanya seratus ribu perorang. Kami pun disuruh memakai perlengkapan ekspedisi goa seperti pelampung dan sepatu karet. Kami mengantri sebentar untuk menunggu pick-up jatah kami menjemput. Untuk menghindari antrian di Goa Pindul yang membludak, Kami yang dipimpin seorang guide bernama Mas Ega memutuskan untuk bermain larung-larungan di Sungai Oya terlebih dahulu.




Menuju Sungai Oya
Sungai Oya adalah Sungai dengan aliran air yang sedang (mungkin karena musim kemarau dan udah lama ga turun hujan) dengan warna air yang hijau cantik berpendar memantulkan sinar matahari nan panas membakar. Di kanan-kiri sungai merupakan topografi alami sungai yang masih liar dan perawan berupa tebing-tebing, ceruk, hutan lebat, air terjun, pepohonan tinggi, dinding-dinding tanah nan tinggi, pokoknya indaaaaaaaaaaahhhh banget. Mengingatkan gue akan green canyon dan waterboom! Dari Green Canyon Sungai Oya lebih panjang namun tebingnya lebih rendah, airnya sama hijau dan jernihnya. Dari Water Boom, Sungai Oya seribu kali lebih keren dan menantang, namun gelombang air dan efek Ban besarnya mengingatkan kita akan jalur bergelombang di Water Boom. Intinya nyokap lo ga bakalan nyangka deh kalo anak gadisnya berani-beraninya melarungkan dirinya di sungai liar hanya bermodalkan Ban doang! Haha...

Melarungkan diri di Sungai Oya!
The Super Excited Girl, Nenek!
Permisi, Penganten baru mau lewat...
Inilah dia Mr. & Mrs. Cumink!
Kalo ini... Ibu-ibu Eselon 2 yang mau lewat, hehe...
Disini kita membakar diri habis-habisan! Tak perlu segala Sun Block itu. Hitam tetaplah hitam... hiks!

Di Sungai Oya, bagi yang merasa Macho, bisa naik ke satu tebing nan tinggi, dari sana lompat ke bawah, menuju Sungai Oya... seru banget! Gue dan Nenek pengen nyoba, cumaaaa.... atut! Okeh, Di, lupakan... rumah lo jauh, di Jakarta... jangan cari gara-gara!

Akhirnya hanya Deky-lah yang berani mencoba! Sayang seribu sayang, Mas Ega gagal mengabadikan moment Deky lompat karena kalah cepat dengan Gaya Gravitasi bumi. Sabar ya Dek :)

Hanyuuuuuut...
Sorry ye kalo kita keren-keren banget! haha...
Acara larung melarung pun terus berlanjut hingga kami tiba pada satu titik dimana perjalanan kami berakhir walau sungai itu masih panjang entah sampai kemana! Selanjutnya dengan mobil pick-up kami menuju goa Pindul. Dan walau kami sudah berjam-jam melarungkan diri di Sungai Oya, ternyata antrian di Goa Pindul masih teramat panjang! Terpaksalah kami membakar diri lagi di atas ban seraya mengantri di mulut Goa. Panas Bok!


Menunggu antrian di mulut Goa Pindul
Kata Mas Ega, "Mas-mas dan Mbak-mbak lain kali datangnya jangan pas liburan begini, ga dapet serunya, antri doang!". Kami serentak menjawab dalam hati, "Ya kalo ga libur mana bisa kami ke sini Maaaaassss!!!" (Ga usah nanya dari mana gue tahu kita nyahutnya serentak walau dalam hati, kelihatan banget dari mata masing-masing yang mendelik keki ke Mas Ega, Sang Guide nan setia, setia foto-fotoin setiap moment yang terjadi pada kita walau banyak yang ga fokus, haha!)

Selamat datang di Goa Pindul!
Akhirnya, kami pun menuju kegelapan. Masuk Goa maksudnya! Gelap Bro... tapi alhamdulillah akhirnya... adeeeeeeemmmmm!!!! (Seharian panas-panasan, nyiksa!). Panjang Goa Pindul hanya sekitar 350 meter, yang sebenernya hanya perlu beberapa menit saja untuk melintasinya jika tidak dalam suasana liburan begini. Goa Pindul merukapan goa yang dilintasi sungai yang mengalir dan cukup dalam, jadi hanya dengan Ban sajalah kita bisa melintasinya. Ada satu spot yang ajib banget buat foto-foto di mana topografi langit-langit goa yang berlubang membuat satu titik dibawahnya bermandikan cahaya Matahari. Indaaaah Sekali! Sayang seribu kali sayang, ada ratusan orang yang sedang mengantri panas-panasan membuat foto-foto yang jadi tujuan utama kami merupakan hal yang mustahil dilakukan. (Nangis lagi dipojokan Goa!) 

Keluar dari Goa, kami langsung naik ke darat karena kalo tidak kami akan hanyut ke air terjun kecil yang entah menuju ke mana, haha! Walau panas, badan pegal dan leher tengeng luar biasa (Ndangak mulu di atas Ban!) kami pun bergegas menuju spot selanjutnya. Spot terakhir yaitu Goa Sriti! 



Ini dia Goa Sriti!!!
 Berbeda dengan Goa Pindul yang besar dan seperti aula, Goa Sriti sangat sempit dan kecil, dan walau juga dialiri air, kita tak bisa memakai Ban! Goa ini masih sangat alami dan masih sangat disakralkan oleh penduduk setempat sehingga kita dilarang untuk berbuat aneh-aneh di dalam. Toprografinya sangat kasar dengan stalaktit yang panjang-panjang dan stalagmit yang tajam-tajam. Sempitnya goa membuat kami agak kelimpungan melintasinya, belum lagi genangan air yang cukup dalam membuat kami harus berdingin-dingin dan kesandung-sandung ria melintasi goa nan gelap. Penampakan kami pun macam tim Ekspedisi ajah, haha!

Emejing Girls dengan segala ekspresinya...
Akhirnya mulut Goa!!! Yang juga menjadi tanda berakhirnya ekspedisi Goa-goa kami hari ini. Kami kembali ke pangkalan Agen Karya Wisata, mandi, shalat, dan makan ala kadarnya di sebuah kedai Bakso. Menjelang Senja kami bergegas menuju ke Pantai-pantai di Gunung Kidul.

Kami berniat ke Pantai Indrawati dan Klakar. Namun sayang seribu kali sayang (lagi???), jalanan menuju ke sana macet parahhhhh!!!! Ribuan orang seolah memiliki tujuan yang sama, ke Pantai yang sama (Nangis lagi, kali ini ga ada Goa! Nangis di mobil ajah!). Kami pun memutuskan untuk putar balik menuju Pantai Baron yang terdekat. Menjelang Magrib kami tiba. Pantai Baron mungkin indah jika dan hanya jika... engga seramai ini! Banyak sekali pengunjungnya hingga bentuk asli pantai tak begitu terlihat!
Penampakan Pantai Baron
Narsis di Pantai Baron
Kami ga berlama-lama di Pantai Baron. Lepas Magrib kami sudah dalam perjalanan menuju ke daerah Gunung Purba. Supir membawa kami untuk makan malam di daerah yang disebut Bukit Bintang, iyah, Bukit dimana kita bisa melihat bintang-bintang bertaburan di Bumi! Romantis Abis :) Disebut Bukit Bintang, karena pada ketinggian tersebut, hamparan kota dibawah pada malam hari terlihat bagai langit nan kelam, dan lampu-lampu yang bersinar dari perumahan, gedung-gedung, lampu jalan dan kendaraan jauh di bawah sana bagai cahaya dari ribuan bintang yang berkelap-kelip nakal, It was extremely beautiful.

Pemandangan dari Bukit Bintang
Eh, ada cewek manis...
Plis deh Cumink... Wide... Bikin  mupeng ajah kerja lo berdua!!! (Iri mode ON)
Perjalanan selanjutnya adalah perjalanan menuju Daerah Gunung Purba dengan Mitos hanya ada tujuh keluarga yang tinggal di sana. Yang ternyata perjalanan ini agak-agak spooky gitu karena malam yang telah larut dan desa yang sepi penduduk serta jalanan yang kanan kirinya hanya ada hutan dan kegelapan. Hiiii....

Setelah mengarungi kegelapan desa nan sepi selama kurang lebih setengah jam, akhirnya kami melihat tanda-tanda kehidupan. Our guide, Mas Sugeng, sudah menunggu di salah satu rumah penduduk yang dialihfungsikan sebagai sekretariat agen wisata Gunung Purba. Dengan motornya, dia membimbing kami menuju rumah penduduk yang merupakan homestay kami malam ini.

Homestay tersebut sangat nyaman dan bersih. Kasurnya nyaman sekali dan kamar mandi pun bersih, pokoknya TOP BGT! Harga sewa untuk tiga kamar setelah nego adalah Rp.700.000/malem, cukup murah bukan? Plus disediakan makan pagi, kudapan dan minuman hangat yang sangat nikmat untuk ukuran desa.

Nih, bagi yang butuh informasi buat homestay di Gunung Purba!!! Very Recomended lhoooo!!!
Kalo ini penampakan homestay-nya! Oke punya kan? Percayalah!
Kami pun berebut untuk bebersih badan, setelah kelar bebersih, minuman dan kudapan berupa teh manis hangat dan makanan ringan pun disuguhkan yang empunya rumah. Sebelum tepar di empuknya kasur, kami pun menikmati hidup sesaat sambil berkelakar menikmati jamuan tersebut.

Mas Sugeng yang in charge sebagai guide kami sangatlah ramah, flexible, dan orangnya pun asyik sekali. Setelah mendengar sedikit arahan dari beliau tentang kegiatan kita besok, kami pun masuk kamar masing-masing dan tertidur.

Jam dua pagi hari, sayup-sayup gue mendengar alunan surgawi yang membuat gue terjaga dan ga bisa tidur lagi. Alunan nan merdu bagai suara kodok bernyanyi itu berasal dari Si Tari yang lagi ngorok dengan damainya. Akhirnya gue cuma bisa merem-merem ayam sampai jam tiga pagi, waktu yang ditetapkan Mas Sugeng untuk kita bangun guna mengejar Sunrise. 

Setelah semua bangun dan bersiap untuk melakukan pendakian gunung purba, sebuah mobil pick-up pengangkut kambing pun datang menjemput.

Semerbak aroma kambing pun menghentakkan kami dari kantuk. Baunya membuat indera penciuman kami sempat shocked sesaat walau akhirnya terbiasa juga, haha. Siska dan Nenek menempati Hotseat di samping Pak Supir yang tentunya bau sang supir sebelas dua belas dengan bau kambing yang beliau angkut sebelumnya. Lalu kami sisanya, naik di belakang mobil pick-up dan dengan menggigil kedinginan menerjang angin malam nan dingin namun segar sekali.

Pick-up membawa kami bergijak-gijuk ria! Dengan tenaga kuda, mobil bak tersebut mendaki dengan kemiringan yang hampir 70 derajat, sementara kami penumpangnya yang di belakang terombang-ambing, berpegangan dengan segala yang ada, biar engga jatuh terpental karena kondisi mobil yang miring sekali. Mobil seringkali harus "ngeden" karena engga kuat nanjak dan bahkan hampir merosot turun. Sungguh amat sangat membuat jantung berpacu karena pilihannya merosot ke jurang, atau "ngeden" ke atas, hahaha

Pemandangannya walaupun gelap, namun masih terlihat. Gunung purba di penuhi dengan bebatuan raksasa yang masih alami, yang besarnya mungkin sebesar Stonehenge yang ada di U.K sana. Bebatuan purba yang sangat besaaaaaaaaaar sekali.

Akhirnya setelah kurang lebih setengah jam mendaki dengan pick-up berkemiringan amat sangat miring, kami pun tiba di ujung jalan setapak yang sudah tidak dapat di lalui lagi dengan mobil. Kami pun memulai pendakian kami yang ternyata... sudah teramat sangat dekat, haha. Ini sih bukan mendaki namanya, secara 95% dilakukan dengan tenaga mobil :p

Hari masih teramat gelap, angin teramat kencang... langit di atas sana amat sangat hitam... dan jutaan bintang bertabur menghiasi gelapnya langit.


Deeeeuuhhh.. enaknya yang bawa pasangan!!! (Team gigit jari banget sih gue, haha)
Dari puncak, mendangak ke langit hitam bertabur bintang, lalu lihat ke bawah sana... jauuuuuh di sana... hamparan bumi nan tak kalah gelap juga bertabur jutaan bintang... lampu-lampu kota nan jauh di bawah sana seumpama sinar jutaan bintang yang berpenjar, seolah tertawa riang. Indah sekali.

Menunggu sang Raja Bintang datang, kami pun terpaku, termangu... termenung hikmat menikmati pemandangan di depan kami, walau angin malam nan dingin berhembus tak berperi.

Menungu Sunrise
Beberapa nyanyian untuk negeri pun terlantun pelan dari bibir kami, hingga lagu-lagu band terkini dan tercadas pun engga ketinggalan, kami nyanyikan dengan suara rombeng kami, haha. Suasananya sangat hening, damai dan romantis. Beruntunglah Cumink yang membawa Wide, sang istri untuk menikmati ciptaan Tuhan ini berdua, what a waste to see this beautiful scenery alone??? (Senyum kecut). Well, I was not alone... these guys were with me :)

Akhirnya sang Raja Bintang nan pemalu mulai mengintip. Malam pun berubah temaram. Langit berubah menjadi kanvas hitam dengan semburat emas nan indah. Lekuk-lekuk pegunungan tampak bagai siluet nan bermandikan cahaya emas. Sang Raja pun menduduki tahtanya di bumi. Dengan gagahnya Ia mengalahkan sang Malam yang enggan beranjak.


Ini kalo gue yang motret, hasilnya keren begini, nih!
Sunrise nan cantik sekali. Kami pun berusaha mengabadikan setiap moment, detik-detik Sang Raja Pagi menduduki tahtanya di langit bumi. Jepret sini jepret sana, bagaikan seorang photographer kenamaan yang engga mau melewatkan objeknya berlalu begitu saja. Mas Sugeng sang guide pun kami berdayakan untuk menjadi private photographer yang bersedia memotret setiap gerak-gerik kami. Dan bagaikan model international, kami pun berpose ria.




dan seperti biasa... Cumink slalu bikin mupeng!!!!
Larut dalam syahdunya moment tersebut, kami pun menyanyikan lagu Indonesia raya bersama. Karena kami menyadari betul, bahwa bumi pertiwi ini amat sangatlah Indah, dan merupakan anugerah Tuhan yang harus di pelihara.

Pick-Up ini lah yang dengan gagahnya mendaki Gunung Purba demi mengantar kami meski bau kambing...
dan ini kambingnya... eh, Tari Imoet maksudnyah... kekeke


Setelah Sang Mentari duduk damai di singgasananya, dan hari pun sudah mulai terang, kami pun beranjak pergi. Tujuan kami selanjutnya adalah Embung, yang artinya adalah semacam waduk untuk mengairi persawahan masyarakat Gunung Purba di daerah Nglanggeran. Di daerah tersebut juga terdapat Kebun Buah yang sayangnya ketika kami datang belum berbuah sehingga kami tidak dapat menikmati buah-buahan khas Gunung Purba tersebut.



Pemandangan Embung di Kebun Buah Desa Nglanggeran


Tak berlama-lama di Embung tersebut, kami pun memutuskan untuk balik ke Homestay karena perut yang sudah menjerit lapar dan jadwal perjalanan kami yang masih panjang.

Setelah puas dengan suguhan sarapan di homestay kami, mandi dan packing, Innova sewaan kami kemarin pun datang menjemput tepat jam sepuluh pagi. Kami pun berpamitan dengan Mas Sugeng dan si Empunya rumah.

Tujuan selanjutnya adalah Gumuk Pasir di daerah Pantai Parangtritis. Sekitar tengah hari, kami tiba di Parangtritis, dan kami disambut dengan panasnya Matahari yang teramat sangat menyengat. Kami yang semula sangat bersemangat tiba-tiba pundung, enggan beranjak... apalagi keluar dari mobil yang ber-AC, There's no WAY! 

Pantai Parangtritis nan terkenal pun terlihat bagai wajan kompor dengan minyak yang mendidih bagi kami. Kami yang bahkan semula berniat mandi-mandi di pantai tersebut pun langsung berubah pikiran, "Pak, langsung ke Gumuk Pasir ajah, Pak! Panas Eui! Nanti di Gumuk Pasir juga foto-foto ajah bentaran, abis itu langsung ngacir ke mobil lagi, Pak! Panas Eui!" Dasar sekumpulan bocah yang ngaku-ngakunya backpacker padahal kepanasan dikit langsung pundung! Haha.

Benar saja, di Gumuk Pasir Pun, setelah kembali mengoles sun block,  dan bahkan gue sampai berpayung ria, lari ke tengah Gumuk Pasir, foto-foto bentar... dan lari lagi ke mobil... panaaaaaaaaasssss!!!!!


model ini model... hahaha
Biar panas, yang namanya model profesional tetep lompat setinggi mungkin :p
Kami pun kembali menuju Yogyakarta guna makan siang dan membeli oleh-oleh khas Yogya, apalagi kalo bukan Bakpia. Kami akan kembali ke Jakarta dengan Kereta Taksaka Pukul 19.30 WIB malam, dan kami pun menghabiskan sisa waktu kami menjelajahi Malioboro dengan sejuta ragam batiknya.


last but not least... MALIOBORO!!! (lagi...)
Begitulah perjalanan kami yang walau sesaat dan melelahkan, tapi cukup untuk menambah pengalaman dan moment dalam hidup kami.

Keesokan harinya, lanjut setelah kereta tiba di Gambir... kami langsung kembali ke meja kantor masing-masing dan bekerja dengan muka gosong, mata beler dan badan pegal-pegal... namun tak bisa di pungkiri... ada jiwa yang terpuaskan!

That's all for now... wish i could tell more story about traveling in the future, dan kalo engga pun, gue harap dan gue selalu berusaha agar hidup gue selalu menarik... dengan menciptakan hal-hal ajaib, keluar dari zona aman dan nyaman, mencari pengalaman baru tentang berbagai hal, dan belajar dari itu semua... karena, gue paling engga suka dengan kemonotonan dan stagnansi dalam hidup :)