Ini tentang adikku.
Yang sebulan sebelum kematiannya, dia adalah gadis remaja yang berbahagia
dengan seribu cita dan mimpinya...
dan sebulan sebelumnya lagi, dia baru merayakan sweet seventeennya
dengan mengarungi selat sunda dan melintasi jalur lintas tengah sumatera.
Bahkan ia sempat melewati tugu khatulistiwa di kabupaten Pasaman.
Langit sumatera saat itu begitu biru, cerah dan indah.
Lalu, Langit biru itu tiba-tiba menghitam di akhir bulan Oktober tahun lalu.
Sebuah telepon mengubah warna langitku, juga langitnya.
Langit kami sekeluarga.
Dita, adikku di vonis mengidap leukimia akut, begitu kata ibuku di telepon.
Suaranya tenang, seolah tak ada apa.
Tahukah beliau, aku yang menerima berita itu hampir pingsan???
Sebuah SMS ku kirim pada adikku, "Bagaimana Dit hasilnya???" hanya untuk memastikan.
Dita: Mbak, masa hasil test gue isinya begini 'Suspect leukimia accut?' suspect itu artinya apa mbak?
Tangisku merebak, langit tak hanya hitam, kini aku bahkan tak melihat cahaya sedikitpun.
Aku: Suspect itu dicuragai sebagai penderita, kalo leukimia Dita tahu?
Dita: Tahu, itu penyakit yang ada di novel 'The Sister Keeper', kan? itu kan parah mbak!!!
Saat itu yang kurasakan hanyalah dadaku yang terasa sesak, dan hatiku yang hancur.
Aku pun izin cuti.
Di rumah, Dita menyambutku dengan senyum khasnya. Masih dengan senyumnya dia menunjukkan
semua hasil diagnosa dokter padanya. Juga lebam-lebam di tangannya yang bermunculan entah dari mana. Hei, seminggu yang lalu lebam-lebam itu tak ada.
Ia tersenyum, bercanda, dan tertawa seperti biasanya. Kami menangis ketika dia tertidur.
Badannya luar biasa panas kala ia tidur. Dan nafasnya... serasa udara tak lagi gratis untuknya.
Namun anehnya, keesokan paginya ia berkata, "Dita mau sekolah, mah!"
Ibuku berkata bahwa ia masi harus menjalani transfusi darah di cipto. Dengan kecewa ia pun menuruti kata ibuku.
"Mana yang sakit, Dit?" kataku yang mengantarnya ke RS. Cipto kala itu
"Ga ada, mbak. Cuma lemas banget badan gue!"
Seluruh badannya pucat pasi.
Selesai proses transfusi Dita berkata, "Kayaknya gue udah jadi vampire deh, mbak. Seger banget abis dapat darah!" Selorohnya sambil tertawa.
Aku tak akan bisa berseloroh riang seperti itu jika aku di vonis kangker dan harus transfusi darah seperti itu.
Kami melewati laboratorium Rumah sakit, dan Dita kembali berkata, "Nah, gue mau jadi peneliti gitu, Mbak. Berarti SPMB besok gue ambil kedokteran, ya? ato STAN ajah yang gratis???"
"Lo bisa jadi apapun, Dit, tenang ajah... yang penting sembuh dulu, ya???"
Senyum di wajahnya pudar, seolah baru ingat akan kondisi barunya. Sejak itu, sepanjang perjalanan kami pulang, tak kudengar suara riangnya, kecuali ketika ia mengingatkan agar kami bergegas karena kasihan ayah kami pasti telah menunggu.
Esoknya, Dita bersikeras mau dateng ke sekolah. Harus, dan tidak boleh enggak... dan rupanya itulah hari terakhirnya pergi sekolah.
Sepulangnya dari sekolah, dengan keriangan khas Dita, ia bercerita pada ibuku,
"Ma, temen J*sse ada yang pernah leukimia juga, kata j*esse bibirnya juga jadi seperti ini!"
Ia menarik bibirnya hingga bagian dalam bibirnya yang seperti pecah dan menggumpal darah terlihat.
"Kok jadi begini, Nak?" Tanya ibuku panik.
"Tenang ajah, Ma. emang gini kok!"
"Trus kamu tanya gak teman j*sse berobat kemana?"
Dita menggeleng, "Udah almarhumah, mah!"
Aku berlari ke kamar, menangis tertahan.
Esoknya, Kondisi dita memburuk. Cutiku sudah habis, jadi Aku tak turut membawanya kerumah sakit.
Namun sabtu siang aku berlari sekuat tenaga ke rumah sakit. Adikku seperti bukan adikku.
Walau senyumnya tetap sama.
Ia mengalami anfal hanya dalam dua hari. Ia tak tidur selama di rumah sakit. Dan anehnya ia tetap tersenyum pada setiap orang yang mengunjunginya. Tak sekalipun Dita menangis.
Ketika dilihatnya ibuku menangis, dengan suara yang telah hilang dan bibir kering ia berkata, "Mama ga boleh nangis, inget gulanya, ntar kambuh!"
Jadi kalo kami mau menangis, kami izin keluar dulu, pura-pura mau beli sesuatu.
Dan Akhirnya, Senin itu, 15 November 2010, 09 Dzulhijah, pukul 16.21 WIB Dita berpulang.
Ia berpulang setelah kami semua berkumpul.
Ia berpulang setelah menyalami semua teman-temannya yang datang (hampir satu angkatan sepertinya!),
menyalami guru-gurunya yang menjenguk, dan handaitoulan yang hanya segelintir (tak banyak yang tahu, kami bahkan tak sempat mengabarkan)
Ia berpulang setelah menanyai ibuku, "Allah sayang Dita kan ya, mah?"
dan ia berpulang sesaat setelah ia berteriak dengan sisa suaranya, "AllahuAkbar" lima kali berturut-turut...
No comments:
Post a Comment